Sudah menjadi kebiasaan setiap menjelang Ramadan, Satuan
Polisi Pamong Praja (Satpol PP) sibuk bukan kepalang. Hampir setiap
hari mereka melakukan razia di berbagai tempat. Target mereka, apalagi
kalau bukan tempat-tempat prostitusi dan hiburan malam.
Razia
marak tidak hanya menertibkan tempat-tempat hiburan, warung
remang-remang, atau pekerja seks komersial (PSK) di jalanan. Mereka
juga menertibkan bangunan-bangunan dan tempat-tempat yang dianggap
potensial menganggu ummat Islam dalam menjalankan ibadah puasa.
Di
Jawa Timur misalnya, berbagai kota ramai oleh aksi Satpol PP yang
meruntuhkan bangunan. Ramai pula oleh aksi penggerebekan tempat-tempat
maksiat. Tempat berjudi dihabisi, lokasi prostitusi dibersihkan
termasuk juga penghuninya, tempat hiburan ditutup.
Belum
cukup sampai di situ, hotel-hotel dan penginapan yang biasa dipakai
'pasangan iseng' juga tidak luput dari perhatian mereka. Petugas
Satpol PP itu tidak segan-segan menggedor pintu tiap kamar. Pasangan
yang tidak mampu menunjukkan bukti suami-istri terpaksa harus
diproses.


Ambil
contoh di Kota Situbondo, Jawa Timur. Penggerebekan oleh Satpol PP
Pemkab Situbondo menjaring pasangan-pasangan yang tengah berbuat mesum
di warung remang-remang. Bahkan Petugas Satpol PP memergoki salah
seorang PSK sedang melayani tamu. Begitu mengetahui petugas yang datang
ke lokasi, seorang PSK beserta seorang tamunya langsung semburat
keluar kamarnya, keduanya kabur dalam kondisi hanya mengenakan celana
dalam.

Beberapa
waktu sebelumnya, operasi penyakit masyarakat di Tuban, Lamongan, dan
Bojonegoro Jawa Timur juga menjaring sejumlah PSK. Hasilnya, enam
PSK, tiga mucikari, dan dua pria hidung belang terjaring razia.
Sementara tiga pasangan mesum terjaring di Bojonegoro.
Di
Jakarta juga demikian, tempat-tempat hiburan malam yang berpotensi
mengganggu kesucian Ramadan sudah diwanti-wanti untuk ditutup.
Pengusaha tempat hiburan itu sudah mendapat pemberitahuan untuk tidak
melebihi jam operasi yang ditentukan.
Itu
belum cukup, penertiban juga dilakukan di tayangan-tayangan
televisi. Infotainment diminta dihentikan selama Ramadan. Berita yang
mengandung gosip, adu domba, dan perselingkuhan harus di-stop. "Tadi
malam rapat Komisi I kita sepakat supaya suasana Ramadan ini kita jaga.
Kemarin kita dan beberapa teman mengusulkan supaya siaran infotainmen
ditiadakan dalam bulan Ramadhan," ujar anggota Komisi I DPR dari
Fraksi Demokrat Ramadhan Pohan di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (30/7).
Melihat
semangatnya, tentu kita patut berbangga diri. Sebab, upaya penertiban
ternyata masih ada. Tentu kita sependapat bahwa memberantas
kemaksiatan merupakan upaya mulia untuk menjaga moralitas anak bangsa.
Kita juga sependapat bahwa penyakit-penyakit sosial harus diberantas.
Persoalannya
adalah, sampai kapan kondisi seperti itu bisa terjaga? Bila melihat
mentalitas birokrat kita, tentu kita ragu. Sebab, kondisi seperti itu
selalu terjadi setiap tahun, hanya setiap menjelang Ramadan. Intinya,
sulit mempertahankan ketertiban. Selama operasi itu hanya
musim-musiman, selama itu pula ketidaktertiban akan terus terjadi.
Saat
ini, operasi sejenis terkesan hanya formalitas. Lihat saja, operasi
di warung remang-remang hanya menjaring PSK dan membawanya ke
tempat-tempat rehabilitasi. Sementara, para mucikari dan pria hidung
belangnya tetap bebas berkeliaran.
Selain
itu, operasi tidak dilakukan secara terpadu dan terencana matang.
Artinya, aparat juga harus mencari solusi pascapenertiban itu. Setelah
para PSK terjaring, seharusnya pemerintah juga menerapkan kebijakan
agar tidak muncul lagi PSK-PSK baru.
Inilah
yang terjadi sesungguhnya. Jumlah PSK pendatang baru selalu jauh
lebih banyak dibandingkan dengan PSK yang terjaring. Ini disebabkan
penegakan ketertiban hanya dijalankan secara represif. Seharusnya,
pemerintah mencari upaya pencegahan dan tidak hanya penertiban.
Keberadaan
PSK harus dipandang dari berbagai sudut pandang, tidak hanya dari
sudut gangguan ketertiban. Sebab, memberantas kemaksiatan,
membersihkan ketidaktertiban tidak bisa diberantasn dengan operasi
kilat. Bahkan, tidak juga dengan menggembok celana dalam para hidung
belang dan penjaja cinta sekalipun. Diperlukan upaya pencegahan yang
menyeluruh yang melibatkan banyak pihak. Dan, tentu harus senantiasa
berjalan, tidak hanya karena orang akan berpuasa.